PALANGKA RAYA – Komisi C DPRD Kalteng
berharap, Rektor Universitas Palangka Raya (Unpar) yang terpilih nanti, mampu
memberantas kasus jual beli diktat dan nilai. Pasalnya selama ini perguruan
tinggi negeri (PTN) terbesar di Kalteng itu, selalu marak dengan jual beli
nilai antara dosen dan mahasiswa. Jual beli diktat diduga masih terus terjadi.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi C DPRD Kalteng H.Guntur HAA. Saat ditemui
sejumlah wartawan digedung DPRD Kalteng,
Rabu (27/3). Menurutnya, selama ini dari berbagai keluhan dan laporan
masyarakat, pihaknya masih menerima laporan adanya dugaan praktik jual beli
nilai maupun diktat. Praktik itu sangat memberatkan mahasiswa dan berdampak
terhadap peningkatan sumber daya manusia (SDM) Kalteng.
Terkait akan dilaksanakannya pemilihan rektor
atau pimpinan Universitas tersebut, yang akan dilangsungkan beberapa bulan
mendatang, ia mengharapkan agar rektor yang terpilih nantinya mampu membawa
perubahan yang sangat positif bagi perguruan tinggi negeri terbesar di Bumi
Tambun Bungai itu. “Inikan mau pemilihan rektor, kita harapkan kedepan tidak
ada lagi jual beli nilai atau diktat. Itu semua harus diberantas , “ kata
Guntur.
Dikatakannya, jika praktik tersebut tidak
segera diberantas, dikhawatirkan akan berpenga negatif terhada usaha pemerintah
daerah (pemda) dalam meningkatkan SDM di Kalteng. Disamping itu, selama ini Kalteng
terus berusaha meningkatkan SDM Kalteng melalui program Kalteng Harati. Jika
Unpar tidak berbenah dan berusaha menjadi PTN yang profesional, akan sangat
bertolak belakang dengan program yang dilaksanakan Pemda sekarang ini.
Lebih lanjut, wakil rakyat dari daerah
pemilihan (Dapil) Kalteng II, yang meliputi Kabupaten Kotawaringin Timur dan
Seruyan ini mengatakan, selama ini Unpar terus didukung dengan dana dari
pemerintah daerah. Dengan adanya dugaan pungutan atau sebagainya dari Kampus
tersebut, ia mengaku heran. “selama ini anggaran dari pemerintah ada terus,
tapi mengapa terus terjadi pungutan dan sebagainya,” tegas Guntur.
Ia menjelaskan, tidak semua mahasiswa yang
menuntut ilmu diperguruan tinggi itu mampu Kalau harus beli diktat dan bayar
untuk mendapatkan nilai yang tinggi, kemudian diperberat lagi dengan berbagai
pungutan. Unpar harus segera berbenah. “ Unpar harus meninggalkan hal-hal yang
tidak baik dan segera berbenah,” Pungkas politisi dari Partai Golkar ini. Sgh.
Sumber : Harian Umum Tabengan, sabtu 30 Maret
2013, Hlm 8.
Mending buat bahan ajar bentuk buku diterbitkan penerbit, pasarannya tidak hanya mahasiswa sendiri, tapi bisa seluruh Indonesia. Kuliah perlu buku, dan sumber belajar lainnya kalau mahasiswa memang mau menjadi mahasiswa yang bermutu pasti tidak keberatan membeli buku. Buku memiliki hak paten, sebagai kekayaan intelektual. Jika diktat dianggap bukan sumber belajar, sebagai bahan ajar yang perlu dimiliki, mungkin karena diktat dianggap ada kaitannya dengan kelulusan mahasiswa. Mind set inilah yang perlu diubah. Diktat tidak salah, karena dapat disebut sebaga salah satu sumber belajar, tetapi tidak tepat sasaracn apabila cara memperoleh diktat tersebut diksitkan dengan kelulusan mahasiswa yang membeli diktat tersebut. Mari mahasiswa berpikir jernih yang dimulai tentu olej dosen yang menegaskan tujuan diktat tersebut diadakan untuk apa. Dosen dan mahasiswa adalah akademisi, coba lakukan segala tindakan tidak diluar jalur akademik dalam kata maupun perbuatan.
BalasHapus