Oleh: Tri K. Atmaja*
Sabtu Pukul 14.00 WIB, 13 orang pemuda berkumpul dengan membawa tas dan perlengkapan kemah. Setelah checking perlengkapan, sekelompok pemuda tersebut memulai perjalanan dengan mengendarai sepeda motor menyusuri jalan Cilik Riwut dengan tujuan akhir Bukit Tangkiling. Setelah menempuh kurang lebih 45 menit perjalanan dari Kota Palangka Raya, akhirnya sampai di kaki Bukit Tangkiling tepatnya di Taman Alam Batu Banama yang dulunya digunakan sebagai wadah Outbond. Beberapa dari mereka bediskusi mengenai tempat penitipan kendaraan yang mereka gunakan sebagai alat transportasi, dalam diskusi tersebut di ambil kesimpulan bahwa kendaraan akan dititipkan ke penjaga Taman Wisata Batu Banama yang tinggal di kaki Bukit Tangkiling. Dengan iuran beberapa orang dari mereka kemudian diserahkan kepada penjaga sembari menitipkan helm.
Pukul 15.00 WIB, pendakian Bukit Tangkiling dimulai. Masing-masing orang memiliki tugas dalam pendakian tersebut, ada yang ditugaskan membawa air minum, makanan selama perkemahan, tenda, kayu bakar dan tidak lupa juga ada yang di tugaskan untuk menjadi dokumentasi alias tukang jepret kamera. Pendakian berlangsung seru, ada beberapa dari mereka terlibat dalam gurauan sehingga di iringi gelak tawa dari beberapa orang dari mereka. Sampai di pertengahan bukit, kelompok pendaki istirahat beberapa menit, sembari melepas lelah, dan minum air mineral. Setelah di kira sudah cukup dan tenaga mulai fresh kembali, pendakian pun dilanjutkan
Pukul 16.00 WIB, kelompok pendaki sampai puncak Bukit Tangkiling. Ketika sampai kelompok ini tidak langsung mendirikan tenda meskipun cuaca terlihat agak mendung, namun mereka kembali beristirahan dan ada beberapa dari mereka berfoto dengan narsis. Setelah puas bersantai dan berfoto-foto, pendirian tenda dimulai, dari penyiapan tempat sampai tenda berdiri, semua dilakukan secara bersama hingga tenda selesai berdiri. Sore itu tidak begitu nampak mentari tenggelam di ufuk barat, hal ini karena cuaca yang agak mendung dan mentari tertutup oleh awan, meskipun begitu kelompok ini tetap asik menikmati alam terbuka dengan petikan gitar dari salah satu dari mereka.
Senja dengan gontai mulai menyelimuti puncak Bukit Tangkiling, bagian logistic mulai menyiampak menu makan malam untuk kelompoknya dan sebagian dari mereka menyiapkan api unggun. Selang beberapa saat, makan malam pun dihidangkan, mie instan menjadi menu utama makan malam kelompok pendaki ini. Makan malam telah usai, beberapa orang mulai menyalakan api unggun dan beberapa orang dari mereka duduk mengelilinginya seakan tidak sabar menunggu api unggun hidup. Alunan nada-nada yang tercipta dari senar gitar menyeruak memecah keheningan malam Bukit Tangkiling di iringi suara-suara gembira nyanyian dari kelompok tersebut. Beberapa saat kemudian gerimis turun perlahan, hingga membuat beberapa orang berlarian masuk ke dalam tenda dan sebagian dari mereka melangkah gontai seakan enggan beranjak dari api unggun yang menciptakan suasana hangat di sela rintik-rintik gerimis malam itu.
Meskipun gerimis yang tadinya ramah berubah menjadi hujan yang lumayan deras, namun api unggun yang menemani perkemahan sekelompok remaja tersebut tidak padam walaupun sedikit-sedikit api kian mengecil. Dari dalam tenda suara gurauan menyusup melepaskan diri dari rintik-rintik air yang jatuh dari langit, beberapa dari mereka sampai terbahak dengan keras hingga menciptakan suara gema yang dipantulkan batu besar diatas bukit.
Malam kian larut, hujan kian reda, kelompok tersebut seakan enggan beranjak dari tenda, mungkin karena udara yang di sisakan oleh hujan yang reda mulai terasa dingin merasuk dalam tulang. Masih bercengkrama di dalam tenda dengan balutan selimut, beberapa orang dari mereka mulai terlelap dalam dekapan malam yang dingin, hanya beberapa dari mereka yang masih terjaga dengan menyulut rokok…. Bersambung. (SSD)
*Penulis adalah Anggota Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Hanau (HMPH) Palangka Raya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar