Sabtu,
21 Juli 2012 - 21:47:10 WIB
Jadi Pintu Masuk, Kasus Pemalsuan Tanda Tangan Gubernur
(Kasus
Pemalsuan Tanda Tangan Gubernur Kalteng Oleh Oknum Dosen Universitas Palangka
Raya)
PALANGKA
RAYA – Terungkapnya kasus dugaan
pemalsuan tanda tangan Gubernur Agustin Teras Narang pada surat rekomendasi
pengusulan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) perusahaan tambang bauksit
PT Fajar Mentaya Abadi (FMA) di Kabupaten Kotim, bakal berdampak luas. Pasalnya
jika rekomendasi itu terbukti dipalsukan, maka IPPKH atau izin lain yang
merujuk pada rekomendasi itu dinilai cacat hukum.
Direktur
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng, Arie Rompas mengatakan, kasus ini
menjadi pintu masuk yang nyata dalam menelusuri polemik aktivitas PT FMA.
Selain masalah keaslian perizinan, dia mendesak agar evaluasi secara menyeluruh
dilakukan terhadap aktivitas PT. FMA. “Pengunaan kawasan hutan PT FMA harus
diselidiki. Karena diduga tidak ada pelepasan kawasan hutan,” kata Arie kepada Radar Sampit, Jumat (20/7).
Aktivitis
lingkungan yang akrab disapa Rio meminta kepada aparat berwajib segera menindak
pihak perusahaan, karena telah melakukan aktivitas penambangan tanpa izin,
akibatnya merugikan Negara. “Mereka bisa dijerat dengan undang-undang
kehutanan,” jelas.
Kepada
aparat penegak hukum, dia juga meminta dapat melakukan penindakan secara
profesional, sehingga bisa memberi efek jera terhadap pelaku. Selama ini, Rio
menilai, aparat penegak hukum tidak menindak secara serius, terbukti masih
banyak yang melakukan pelanggaran di bidang kehutanan.
Seperti
dilansir, polemik legalitas PT FMA kembali mengemuka setelah kasus dugaan
pemalsuan tanda tangan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dalam surat
rekomendasi IPPKH perusahaan tersebut, terungkap. Bahkan saat ini dua orang
yang diduga memalsukan tanda tangan gubernur, yakni oknum dosen Universitas
Palangka Raya, Giyanto dan rekannya Iwan Kurniawan, telah ditahan.
Gubernur
Agustin Teras Narang memerintahkan agar dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan hidup (Amdal) dan dokumen lainnya yang mencantumkan tanda tangannya
ditelisik. Ternyata, gubernur melalui bidang Kesekretariatan Pemprov Kalteng,
belum lama ini, melapor ke Polda Kalteng tentang adanya dugaan pemalsuan tanda
tangan. Laporan tersebut tidak hanya amdal, melainkan rekomendasi perizinan
lainnya.
"Setiap
warga negara mempunyai hak untuk melaporkan adanya dugaan pemalsuan (tanda
tangan). Data yang ada di Biro Ekonomi (Pemprov Kalteng) dengan apa yang ada di
lapangan berbeda. Saya juga meminta agar rekomendasi Amdal diteliti,"
tegas Teras Narang usai melantik pejabat di lingkungan Pemprov Kalteng, Kamis
(19/7).
Teras Narang
mengaku bahwa dugaan adanya pemalsuan tanda tangan tersebut diketahuinya justru
dari pihak lain. Sebab, dirinya merasa tidak mampu mengawasi semua hal yang
berkaitan dengan proses administrasi maupun pembangunan di Bumi Tambun Bungai.
Hal yang
paling menyedihkan bagi dirinya adalah, ketika permasalahan pemalsuan tanda
tangan sudah sangat lama diketahui, dan meminta agar berbagai pihak
menghentikan pengiriman produksi tambang bauksit PT FMA, namun tidak kunjung
digubris. "Lebih menyedihkan lagi, ada pihak-pihak yang mengizinkan
pengangkutannya," ucapnya tanpa mengungkapkan siapa pihak-pihak tersebut.
Mantan Ketua
Komisi II dan III DPR RI ini pun menyayangkan adanya pihak tertentu
memberikan izin pengangkutan tersebut. Sebab, besarnya kerugian negara
seharusnya dapat diperkecil, namun dengan perizinan tersebut, kerugian negara
semakin besar.
"Semestinya
harus segera distop. Jadi tidak ada lagi proses pengangkutan. Kalau sudah
seperti ini, kerugian negara kan semakin besar. Kita ini kan ingin menertibkan
administrasi," tegasnya.
Menurutnya,
dengan tertib administrasi ini, maka para investor yang berusaha di Kalteng
bisa tetap lancar menjalankan usahanya tanpa ada masalah. "Jangan sampai
investor dirugikan. Mereka (investor) punya niat yang baik, dan (disayangkan
jika) tidak didukung dengan baik," sambungnya.
Disinggung
soal proses hukum oknum dosen Unpar, Giyanto dan rekan yakni Iwan Kurniawan
yang diduga memalsukan tanda tangannya selaku Gubernur, Teras Narang mengaku
tidak mau ambil pusing. Dirinya menyerahkan sepenuhnya penindakan terhadap dua
oknum pemalsuan surat rekomendasi tersebut kepada proses hukum yang berlaku di
Republik Indonesia. "Karena ini proses hukum, ini kita serahkan kepada
aparatur penegak hukum untuk menindak pelaku," pungkas Gubernur.
Seperti
dilansir, Giyanto (45), dosen Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya
(Unpar) yang tersandung kasus dugaan pemalusan tanda tangan Gubernur Kalteng
Agustin Teras Narang, berkelit. Dia membantah terlibat dalam pemalsuan tanda tangan
orang nomor satu di Kalteng tersebut.
Informasi
dihimpun dari pihak Kejari, dalam berkas perkara yang diterima Kejaksaan Negeri
(Kejari) Palangka Raya, Giyanto (45) menyebutkan yang membuat surat rekomendasi
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) eksploitasi perusahaan tambang bauksit
PT Fajar Mentaya Abadi (FMA) adalah Iwan Kurniawan (31), rekannya.
Sementara
itu, berdasarkan keterangan Iwan Kurniawan (31) dalam berkas perkara, dirinya
hanya mengedit surat rekomendasi di dalam laptop milik Giyanto. Setelah diedit
dan diprint, surat rekomendasi diberikan kepada Giyanto.
Dalam
pemberian surat rekomendasi kepada Giyanto, belum dilengkapi dengan tanda
tangan dan cap Gubenur Kalteng Agustin Teras Narang. Selain itu, berdasarkan
pengakuan Iwan, uang sebanyak Rp 50 juta untuk mengurus surat rekomendasi,
masuk ke dalam rekening Giyanto.
Kepala Seksi
Pidana Khusus Kejari Palangka Raya, Medie mengatakan saat ini pihaknya masih
dalam tahap membuat dakwaan terhadap dua oknum yang melakukan pemalsuan surat
rekomendasi Gubernur Kalteng ini. “Mungkin dalam bulan ini (dakwaannya) sudah
selesai. Kalau selesai akan kita limpahkan kepada Pengadilan Negeri Palangka
Raya,” kata Medie kepada Radar Sampit
di Palangka Raya, Rabu (18/7). (dot)
Sumber : http://www.radarsampit.net/berita-1663-jadi-pintu-masuk-kasus-pemalsuan-tanda-tangan-gubernur.html