Jumat, 27 Juli 2012

(Kasus Pemalsuan Tanda Tangan Gubernur Kalteng Oleh Oknum Dosen Universitas Palangka Raya)


Top of Form
Sabtu, 21 Juli 2012 - 21:47:10 WIB
 
Jadi Pintu Masuk, Kasus Pemalsuan Tanda Tangan Gubernur
(Kasus Pemalsuan Tanda Tangan Gubernur Kalteng Oleh Oknum Dosen Universitas Palangka Raya)

PALANGKA RAYA – Terungkapnya kasus dugaan pemalsuan tanda tangan Gubernur Agustin Teras Narang pada surat rekomendasi pengusulan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) perusahaan tambang bauksit PT Fajar Mentaya Abadi (FMA) di Kabupaten Kotim, bakal berdampak luas. Pasalnya jika rekomendasi itu terbukti dipalsukan, maka IPPKH atau izin lain yang merujuk pada rekomendasi itu dinilai cacat hukum.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng, Arie Rompas mengatakan, kasus ini menjadi pintu masuk yang nyata dalam menelusuri polemik aktivitas PT FMA. Selain masalah keaslian perizinan, dia mendesak agar evaluasi secara menyeluruh dilakukan terhadap aktivitas PT. FMA. “Pengunaan kawasan hutan PT FMA harus diselidiki. Karena diduga tidak ada pelepasan kawasan hutan,” kata Arie kepada Radar Sampit, Jumat (20/7).

Aktivitis lingkungan yang akrab disapa Rio meminta kepada aparat berwajib segera menindak pihak perusahaan, karena telah melakukan aktivitas penambangan tanpa izin, akibatnya merugikan Negara. “Mereka bisa dijerat dengan undang-undang kehutanan,” jelas.
Kepada aparat penegak hukum, dia juga meminta dapat melakukan penindakan secara profesional, sehingga bisa memberi efek jera terhadap pelaku. Selama ini, Rio menilai, aparat penegak hukum tidak menindak secara serius, terbukti masih banyak yang melakukan pelanggaran di bidang kehutanan.

Seperti dilansir, polemik legalitas PT FMA kembali mengemuka setelah kasus dugaan pemalsuan tanda tangan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dalam surat rekomendasi IPPKH perusahaan tersebut, terungkap. Bahkan saat ini dua orang yang diduga memalsukan tanda tangan gubernur, yakni oknum dosen Universitas Palangka Raya, Giyanto dan rekannya Iwan Kurniawan, telah ditahan.

Gubernur Agustin Teras Narang memerintahkan agar dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal) dan dokumen lainnya yang mencantumkan tanda tangannya ditelisik. Ternyata, gubernur melalui bidang Kesekretariatan Pemprov Kalteng, belum lama ini, melapor ke Polda Kalteng tentang adanya dugaan pemalsuan tanda tangan. Laporan tersebut tidak hanya amdal, melainkan rekomendasi perizinan lainnya.

"Setiap warga negara mempunyai hak untuk melaporkan adanya dugaan pemalsuan (tanda tangan). Data yang ada di Biro Ekonomi (Pemprov Kalteng) dengan apa yang ada di lapangan berbeda. Saya juga meminta agar rekomendasi Amdal diteliti," tegas Teras Narang usai melantik pejabat di lingkungan Pemprov Kalteng, Kamis (19/7).

Teras Narang mengaku bahwa dugaan adanya pemalsuan tanda tangan tersebut diketahuinya justru dari pihak lain. Sebab, dirinya merasa tidak mampu mengawasi semua hal yang berkaitan dengan proses administrasi maupun pembangunan di Bumi Tambun Bungai.
Hal yang paling menyedihkan bagi dirinya adalah, ketika permasalahan pemalsuan tanda tangan sudah sangat lama diketahui, dan meminta agar berbagai pihak menghentikan pengiriman produksi tambang bauksit PT FMA, namun tidak kunjung digubris. "Lebih menyedihkan lagi, ada pihak-pihak yang mengizinkan pengangkutannya," ucapnya tanpa mengungkapkan siapa pihak-pihak tersebut.

Mantan Ketua Komisi II dan III DPR RI ini  pun menyayangkan adanya pihak tertentu memberikan izin pengangkutan tersebut. Sebab, besarnya kerugian negara seharusnya dapat diperkecil, namun dengan perizinan tersebut, kerugian negara semakin besar.
"Semestinya harus segera distop. Jadi tidak ada lagi proses pengangkutan. Kalau sudah seperti ini, kerugian negara kan semakin besar. Kita ini kan ingin menertibkan administrasi," tegasnya.
Menurutnya, dengan tertib administrasi ini, maka para investor yang berusaha di Kalteng bisa tetap lancar menjalankan usahanya tanpa ada masalah. "Jangan sampai investor dirugikan. Mereka (investor) punya niat yang baik, dan (disayangkan jika) tidak didukung dengan baik," sambungnya.

Disinggung soal proses hukum oknum dosen Unpar, Giyanto dan rekan yakni Iwan Kurniawan yang diduga memalsukan tanda tangannya selaku Gubernur, Teras Narang mengaku tidak mau ambil pusing. Dirinya menyerahkan sepenuhnya penindakan terhadap dua oknum pemalsuan surat rekomendasi tersebut kepada proses hukum yang berlaku di Republik Indonesia. "Karena ini proses hukum, ini kita serahkan kepada aparatur penegak hukum untuk menindak pelaku," pungkas Gubernur.

Seperti dilansir, Giyanto (45), dosen Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya (Unpar) yang tersandung kasus dugaan pemalusan tanda tangan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, berkelit. Dia membantah terlibat dalam pemalsuan tanda tangan orang nomor satu di Kalteng tersebut.

Informasi dihimpun dari pihak Kejari, dalam berkas perkara yang diterima Kejaksaan Negeri (Kejari) Palangka Raya, Giyanto (45) menyebutkan yang membuat surat rekomendasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) eksploitasi perusahaan tambang bauksit PT Fajar Mentaya Abadi (FMA) adalah Iwan Kurniawan (31), rekannya.

Sementara  itu, berdasarkan keterangan Iwan Kurniawan (31) dalam berkas perkara, dirinya hanya mengedit surat rekomendasi di dalam laptop milik Giyanto. Setelah diedit dan diprint, surat rekomendasi diberikan kepada Giyanto.

Dalam pemberian surat rekomendasi kepada Giyanto, belum dilengkapi dengan tanda tangan dan cap Gubenur Kalteng Agustin Teras Narang. Selain itu, berdasarkan pengakuan Iwan, uang sebanyak Rp 50 juta untuk mengurus surat rekomendasi, masuk ke dalam rekening Giyanto.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Palangka Raya, Medie mengatakan saat ini pihaknya masih dalam tahap membuat dakwaan terhadap dua oknum yang melakukan pemalsuan surat rekomendasi Gubernur Kalteng ini. “Mungkin dalam bulan ini (dakwaannya) sudah selesai. Kalau selesai akan kita limpahkan kepada Pengadilan Negeri Palangka Raya,” kata Medie kepada Radar Sampit di Palangka Raya, Rabu (18/7). (dot)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar