Mahasiswa
Harus Berpolitik
Bentangan
sejarah telah menuliskan dengan apik bagaimana peran mahasiswa di kancah
perpolitikan Indonesia. Bahkan jauh sebelum bangsa ini merdeka khususnya para
pemuda yang tergabung dalam gerakan Boedi Utomo dimana gerakan yang dimotori
oleh Dr. Sutomo dan para
mahasiswa STOVIA
menjadi pondasi awal dan kelak di peringkati sebagai hari kebangkitan nasional.
Tahun 1928 para pemuda yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Pelajar
Indonesia (PPPI) melakukan sumpah pemuda sebagai tonggak bersatu seluruh
kekuatan pemuda Indonesia pada waktu itu.
Sejarah juga
mencatat bagaimana pada masa Orde Baru dalam era Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kemahasiswaan
(NKK-BKK). Kebijakan NKK dilaksanakan berdasarkan SK No.0156/U/1978 sesaat
setelah Dooed Yusuf dilantik tahun
1979. Konsep ini mencoba
mengarahkan
mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan
dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi
rezim.
Berkaca pada
sejarah, ujung tombak perubahan khususnya pada dunia politik selalu dilakukan
oleh mahasiswa. Sebab, mahasiswa bukan hanya berfungsi sebagai inteletual
akademisi, lebih dari itu mahasiswa berfungsi sebagi inteletual sosialis. Mahasiswa
perlu memiliki kesadaran politik dan kepedulian terhadap masalah-masalah yang
dihadapi masyarakat di sekitarnya. Karena ilmu yang didapat di bangku kuliah
tidak cukup untuk menjawab segala tantangan zaman yang dinamis. Banyak ilmu
yang dapat dipetik dari aktivitasnya di luar kampus, meskipun tidak memiki
bobot kredit.
Aktivitas
pergerakan mahasiswa seperti demonstrasi, orasi, seminar, kongres, pernyataan
sikap, tuntutan dan lainnya, sebenarnya merupakan aktivitas politik. Semua itu
adalah sarana komunikasi politik lisan dan tulisan. Jadi secara jujur tak bisa
dipungkiri bahwa gerakan mahasiswa merupakan gerakan politik.
Idealnya
gerakan mahasiswa merupakan gerakan moral dan politik nilai, bukan gerakan
politik kekuasaan. Karena mahasiswa masih mempunyai tugas akademis dan
kaderisasi kepemimpinan di kampus. Dua hal itu akan menjadikan mahasiswa siap
sebagai para pemimpin masyarakat yang memiliki konsistensi idealisme seperti
ketika masih di kampus.
Politik Kampus
Politik
kampus bukan politik kekuasaan pragmatis yang mementingkan hanya segelintir
golongan. Kita bisa berkaca dan merefleksi diri dimana gerakan-gerakan
mahasiswa Kota Palangka Raya baik
sifatnya gerakan mahasiswa Internal kampus atau Eksternal kampus. Sudahkah
gerakan mahasiswa Palangka Raya bepolitik secara benar dimana politik itu
digunakan untuk kepentingan mahasiswa itu sendiri didunia akademisi yang sedang
dijalani. Sudahkah gerakan mahasiswa
Palangka Raya melakukan perubahan bersama rakyat atau masih terjebak
pada stigma agent of change sehingga
tidak memerlukan basis kekuatan perubahan yang sesungguhnya yaitu rakyat.
Politik adalah alat kepentingan, dimana
kepentingan itu dimaknai sebagai kepentingan mahasiswa bukan kepentingan Agama,
Partai Politik dan lain-lain.
Politik
harus tetap berjalan berbanding lurus dengan politik yang ada diluar kampus,
politik kampus harus dapat memberi pembelaan terhadap hak-hak yang dimiliki
mahasiswa. Hak-hak mahasiswa mendapatkan fasilitas penunjang akedimisi harus
memadai baik imfrastruktur maupun keprofesionalan para dosen pengajar.
Jangan
menjadi A Politis, tidak mau
bersingungan dengan politik lalu akhirnya hanya giat membangun kesadaran hanya
pada tingkat kesenian saja, kehura-huraan saja, tanpa membangun sikap kader
yang kritis dan solutif terhadap kondisi sosial baik dilingkungan kampus maupun
diluar lingkungan kampus.
Kalau
tidak mau di politiki kita harus berpolitik, kalau tidak mau mengenal politik bubarkan
saja kampus yang mengajarkan tentang ilmu politik.
Sahabatmu
Aryo Nugroho W
Pengiat
Forum Diskusi Mahasiswa Palangka Raya (FORDIMA) dan Pengiat Forum Study dan
Kajian Hukum Palangka Raya (FS&KH).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar